IRVING
FHISER
MVT = PT
………………………………. (1)
Didalam setiap transaksi selalu
ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama
dengan jumlah uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku pula untuk seluruh perekonomian :
didalam suatu periode tertentu nilai dari barang-barang/jasa-jasa yang dibeli
harus sama dengan nilai dari barang-barang yang dijual. Nilai dari
barang-barang yang dijual sama dengan volume transaksi(T) dikalikan harga
rata-rata dari barang tersebut(P). Di lain pihak nilai dari barang yang
ditransaksikan ini harus pula sama dengan volume uang yang ada di dalam
masyarakat(M) dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu
ketangan lain,atau rata-rata “perputaran “uang,dalam periode tersebut (VT). MVT =PT adalah suatau
identitas, dan pada dirinya bukan merupakan suatu teori moneter. Identitas ini
bisa dikembangkan, seperti oleh Fisher, menjadi suatu teori moneter sebagai
berikut
VTatau
“transaction velocity of circulation” adalah sesuatu variable, yang ditentukan
oleh factor-faktor kelembagaan yang ada dalam suatu masyarakat, dan dalam
jangka pendek bisa dianggap konstan.T, atau volume transaksi, dalam suatu
periode tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat (atau pendapatan
nasional), dan bisa pula dianggap mempunyai nilai tertentu untuk sesuatu tahun.
Identitas tersebut kemudian diberi “nyawa” dengan mentransformasikannya ke
dalam bentuk :
Md = Ms …………………. (3)
dimana Ms = supply uang yang
beredar (yang dianggap ditentukan oleh pemerintah) menghasilkan
Persamaan (4) berbunyi :
dalam jangka pendek tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan
perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah. Dalam teori ini ditentukan oleh
tingkat output equilibrium masyarakat, yang untuk Fisher dan para ahli ekonomi
Klasik, adalah selalu pada posisi “full employment” (Hukum Say atau Say’s Law).
Variabel yang belum diterangkan adalah transaction velocity of circulation.. Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari
penggunaan uang dalam proses transaksi. Setiap perekonomian dalam tahap
pertumbuhannya mempunyai suatu sistem kelembagaan yang menentukan sifat dari
proses transaksi ini. Besar-kecilnya nilai ditentukan oleh sifat
proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode. Sistem
kelembagaan ini mencakup faktor-faktor, misalnya tingkat “monetisasi”
sector-sektor ekonomi (masyarakat agraris tradisional memerlukan uang yang
lebih kecil untuk setiap volume transaksi kepada masyarakat
industry/perdagangan), kebiasaan memberikan kredit perdagangan oleh supplier
kepada pembeli juga bisa mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang,
perbaikan-perbaikan dalam komunikasi (telepon, telegrap) dan jaringan perbankan
memungkinkan dana bisa dikirim antar daerah secara cepat danmengakibatkan
kebutuhan uang menurun. Pada hakekatnya yang perlu dicatat adalah bahwa
faktor-faktor kelembagaan seperti ini biasanya berubah secara gradual dan dalam
jangka panjang. Dalam jangka pendek kebutuhan (atau permintaan) akan uang
relative terhadap volume transaksi bisa dianggap konstan. Demikian pula volume
transaksi relative terhadap output masyarakat (pendapatan nasional) bisa
dianggap mempunyai proporsi yang lebih kurang konstan dalam jangka pendek, dan
ditentukan oleh factor-faktor kelembagaan yang serupa.
Implikasi dari teori moneter dari Fisher adalah sebagai
berikut :
(1)
Permintaan
akan uang did alam suatu masyarakat merupakan suatu proporsi tertentu dari
volume transaksi, dan volume transaksi merupakan suatu proporsi konstan pula
dari tingkat outpun masyarakat (pendapatan nasional). Jadi permintaan akan uang
pada analisa akhir ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional saja, dan tidak
dipengaruhi oleh factor-faktor lain seperti tingkat bunga
(2)
Dari
segi kebijaksanaan ekonomi makro, teori moneter ini mempunyai implikasi yang
penting, yaitu bahwa tingkat pendapatan nasional equilibrium, atau tingkat
harga umum bila tingkat full employment sudah tercapai, tidak bisa dipengaruhi
oleh kebijaksanaan fiscal. Dengan menggunakan kurva IS dan LM kesimpulan ini
bisa ditunjukkan sebagai berikut :
Kasus Di bawah “Full Employment”
Permintaan
akan uang yang tidak dipengaruhi oleh (atau sering juga disebut, “tidak
elastis” terhadap) tingkat bunga mempunyai implikasi bahwa kurva LM-nya adalah
vertical (yaitu juga “tidak elastis” terhadap tingkat bunga). Dalam keadaan ini
maka kebijaksanaan fiskal (yang secara diagrammatis ditunjukkan sebagai
pergeseran kurva IS) tidak akan mempengaruhi tingkat pendapatan nasional
equilibrium. Dalam kasus ini kebijaksanaan moneterlah yang paling efektif untuk
mengendalikan tingkat pendapatan nasional.
Gambar II.2
Kebijaksanaan moneter
mempengaruhi pendapatan nasional dan tingkat bunga
Kasus “Full Employment”
Dalam kasus dimana “full employment” telah dicapai
kebijaksanaan fiskal tidak mempengaruhi tingkat pendapatan nasional maupun
tingkat harga (P).kebijaksanaan
moneter bisa mempengaruhi tingkat pendapatan nasional
nominal (money national income, bukan real
national income karena full employment per definisi berarti
factor-faktor produksi telah digunakan secara full”). Ini berarti pula bahwa
tingkat harga umum (P) dipengaruhi oleh kebijaksanaan moneter.
Gambar II.3
Seperti sebuah kasus di atas,
kebijaksanaan fisikal tidak mempengaruhi tingkat harga (P) dan hanya
mempengaruhi tingkat bunga.
Gambar II.4
Kebijaksanaan moneter (misalnya
kenaikan supply uang), mula – mula akan menaikkan money national income. Tetapi
karena Y* adalah tingkat pendapatan nasilnal full employment atau tingkat
pendapatan nasional maksium, maka ini hanya bisa berarti kenaikan bunga umum
(P).
Implikasi
bahwa bila permintaan akan uang tidak sensitive atau tidak elastis terhadap
tingkat bunga maka kebijaksanaan fisikal tidak efektif dan kebijaksanaan
moneterlah yang efektif, adalah ciri sangat penting dari teori moneter Klasik.
2.2
TEORI CAMBRIDGE (MARSHALL – PIGOU)
Teori
Cambridge, seperti halnya dengan teori Fisher dan teori – teori klasik lainnya,
berpokok pangkal pada fungsi uang sebagai alat tukar (means of exchange).
Karena itu, teori – teori klasik (termasuk tori Fisher dan teori Cambridge)
melihat kebutuhan uang (atau ‘’permintaan akan uang’’) dari masyarakat sebagai
kebutuhan akan peralatan likuid untuk tujuan transaksi.
Perbedaan utama
antara teori Cambridge dan teori Fisher, terletak pada tekanan dalam teori
‘’permintaan akan uang’’ Cambridge pada perilaku individu dalam melokasikan
kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya
bisa berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung rugi
dari pemengangan kekayaan dalam bentuk uang. Teori Cambridge mengatakan bahwa
kegunaan dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang adlah karena uang (berbeda
dengan bentuk kekayaan lain) mempunyai sifat likuid sehingga dengan mudah bisa
ditukarkan dengan barang lain. Uang dipegang (atau ‘’diminta’’) oleh seseorang
karena sangat mempermudah transaksi atau kegiatan – kegiatan ekonomi lain dari
orang tersebut (sering disebut sebagi factor ‘’convenience’’).
Di lain fihak
memegang kekayaan dalam bentuk uang berarti mengorbankan kemungkinan
mendapatkan penghasilan dalam bentuk bunga dan / keuntungan – keuntungan
(capital gain) seandainya dia memegang kekayaannya dalam bentuk surat – surat
berharga atau barang. Ini adalah kerugian dari pemegang uang. Dalam menentukan
‘’permintaannya’’ akan uang, seseorang akan selalu menimbang ‘’kegunaan’’
terhadap ‘’kerugian’’ memegang uang ini. Jadi berbeda dengan teori fisher yang
menekan bahwa permintaan akan uang semata – mata merupakan proporsi konstan
dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh factor – factor kelembagaan yang
konstan, teori Cambridge lebih menekankan factor – factor perilaku 9
pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antra permintaan akan uang seseorang
dengan volume transaksi yang direncanakannya. Toritisi Cambridge mengatakan
bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan factor
– factor kelembagaan (ala Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar
kekayaan (ala fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan
warga masyarakat, dan ramalan / harapan (expectations) dari para warga
masyarakat mengenai masa mendatang. Factor – factor lain ini mempengaruhi
permintaan akan uang seseorang, dan dengan demikian juga mempengaruhi
permintaan akan uang dari masyarakat secara keseluruhan.
Dalam tahap
perumusan teori selanjutnya, para ekonom Cambridge mengadakan berbagai
penyederhanaan. Terutama Pigou, variabel – variabel lain yang mempengaruhi
permintaan akan uang (yang disebutkan di atas) kemudian dianggap konstan dalam
jangka pendek atau hanya dimasukkan ke dalam analisa teori uang mereka secara
kualitatif. Jadi dalam jangka pendek, teori Cambridge menganggap bahwa jumlah
kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang
proporsional – kostan satu sama lain, dan akhirnya merumuskan teori uang mereka
dalam bentuk yang tidak jauh berbeda dengan teori Fisher. Teori Cambridge
menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan uang adalah proporsional
dengan tingkat pendapatan nasional.
dimana Y adalah pendapatan nasional riil.
Supply akan uang (Ms)
dianggap ditentukan oleh Pemerintah. Dalam posisi keseimbangan maka :
Ms = Md ……………………… (6)
Sehingga :
Atau :
Jadi ceteris paribus tingkat harga umum
(P) berubah secara proporsional dengan perubahan volume uang yang beredar.Tidak
banyak berbeda dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus (yang
berarti factor-faktor lain seperti tingkat pendapatan nasional riil, tingkat
bunga dan harapan (expectations) adalah konstan). Perbedaan ini cukup penting,
karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa factor-faktor seperti
tingkat bunga dan expectations berubah, meskipun dalam jangka pendek. Dan kalau
factor-faktor ini berubah maka “k” pun akan berubah. Teori Cambridge mengatakan
kalau tingkat bunga naik, ada kecenderungan warga masyarakat mengurangi uang
yang mereka ingin pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan
tetap. Demikian juga factor expectations mempengaruhi. Bila seandainya di masa
datang diharapkan aka nada kenaikan tingkat bunga (yang berarti penurunan harga
surat berharga/obligasi) maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah
surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka
pegang; dan ini pun bisa mempengaruhi “k” dalam jangka pendek.
Teori
Cambridge adalah selangkah lebih maju dari teori Fisher, meskipun kedua-duanya
jelas masih dalam tradisi teori uang Klasik.
KONSEP-KONSEP
PENTING DALAM BAB INI
Teori
Kuantitas mengenai uang (Quantity Theory of Money)
Kecepatan
perputaran uang (transaction velocity of circulation)
Hukum
Say (Say’s Law)
Pertimbangan
untung rugi (dalam teori Cambridge)
Elastisitas
terhadap tingkat bunga
Convenience
Expectations
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.Boediono,1985;Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi
no.5;Yogyakarta:BPFE-YOGYAKARTA
Komentar
Posting Komentar